Friday, July 11, 2008

Sapa Suka Narziz????

Cewek berkulit putih dan berambut panjang itu sedang duduk di kelas. Tawa
ceria menghiasi wajahnya. Tiba-tiba dia membuka kancing seragam SMA-nya.
Lalu, ia menunjukkan (maaf) payudaranya. Sekali lagi, sambil tertawa.

Itulah cuplikan salah satu video porno yang beredar di handphone ke
handphone. Walaupun pelakunya remaja, (pakai seragam pula!), ini bukan lagi
suatu fenomena yang mengagetkan. Ada banyak koleksi lain yang lebih berani.
Bahkan, gaya si pelaku pun sudah menyamai bintang porno profesional! Ampun,
deh!

Kalau diperhatikan satu per satu rekaman dan foto-foto seronok itu, tidak
ada satu pun yang mukanya terpaksa. Semua penuh senyum dan malah terlihat
enjoy. Yah, ekspresinya tidak jauh bedalah kalau kita foto-foto dengan HP
atau di photo box. Lebih gawat lagi, banyak di antara pelaku yang sengaja
mengoleksi foto- foto semacam itu di HP-nya. Seperti yang diakui oleh PEnjoL
(bukan nama sebenarnya), siswi Kelas I SMA di Jakarta Selatan.

“Aku suka saja lihat mukaku di foto. Cantik banget! Pokoknya fotogenik abis
deh. Kalau foto dengan gaya yang aneh-aneh itu sebenarnya aku cuma pengin
buktikan, bukan cuma mukaku yang bagus difoto. Bagian-bagian tubuhku yang
lain juga ternyata kelihatan keren lho kalau difoto.”

Bermula dari hobi difoto. Mengekspos diri. Merasa kalau diri kita kelihatan
oke. Maka timbul keberanian untuk bereksperimen dengan cara yang sebenarnya
melenceng. Kesannya percaya diri (PD) karena bangga pada “aset” yang
dimiliki. Tapi, kok PD-nya keterlaluan ya? Di sini kita suka komentar, “Ih
narsis banget, sih!”

Kenapa narsis?
Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal
Psychology (2000), orang yang narcissistic memandang dirinya dengan cara
yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap
orang lain memberikan pujian.

“Narsis itu selalu bilang I. Apa-apa gue. Egosentris sekali,” tambah
psikolog Dra Dharmayati Utoyo Lubis, MA, PhD.

Gawatnya, narsis itu gampang menyerang remaja! Sebab, remaja cenderung
menjadi sangat self conscious alias perhatian banget sama diri sendiri.
Kalau kecenderungan ini makin gawat, muncul imaginary audience dalam pikiran
kita. Kata David Elkind, dalam buku Human Development (Diane Papalia dan
Sally Olds-1998), imaginary audience berarti adanya pikiran kalau semua
orang itu memerhatikan kita. Contohnya, banyak di antara kita yang merasa
jerawat kecil yang muncul tiba-tiba itu bakal jadi perhatian semua orang.
Ini juga yang diakui oleh PenjoL. “Aku habis bangun tidur enggak bisa keluar
kamar kalau enggak merapikan dandanan dulu. Paling cepat satu jam, deh. Aku
paling takut orang-orang melihat aku lecek. Habis, nanti diomongin, lagi!”

Mitchell JJ dalam bukunya, The Natural Limitations of Youth, bilang ada lima
penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan
mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit
memberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat, dan kurang
rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu narsisme yang
berefek gawat.

“Remaja itu suka impulsif. Tapi, enggak mikirin konsekuensi dari
tindakannya,” jelas Bu Yati. Ya… akibatnya muncullah foto-foto seronok
itu.

Ini tidak lepas dari dukungan teknologi. Hampir di semua mal ada photo box.
Malah sekarang banyak studio-studio yang menawarkan foto yang hasilnya
dijamin cantik! Terus, Friendster yang menggila dengan bisa pasang foto,
diberi testimoni dari teman- teman plus diajak kenalan sana-sini. Ada juga
blogger supaya bisa cerita soal keseharian kita. Belum lagi album foto
online gratisan untuk pamer pose. Lalu HP berkamera yang makin banyak.
Kamera digital pun semakin menjamur. Semuanya memanjakan diri kita,
memberikan wadah pameran fisik, dan membuat kita semakin bebas mengeluarkan
sisi narsis kita.

Tanda-tanda narsis
Sebenarnya tiap orang punya kecenderungan narsis. Tapi, kadarnya itulah yang
berbeda-beda. “Narsis sudah menjadi gangguan kepribadian kalau sudah
mengganggu kehidupan kita sehari-hari,” jelas Bu Yati.

Ada beberapa tanda narsis dari Diagnostics and Statistics Manual, Fourth
Edition- Text Revision (2000) yang harus kita waspadai untuk tahu apakah
kita mengidap narsis atau tidak.

Orang narsis merasa dirinya sangat penting dan ingin sekali dikenal oleh
orang lain karena kelebihannya. Ini yang terjadi pada dfajar (Bentar lagi 18), siswa Kelas
IV SMK Negeri di pinggiran Kota Jogja. “Kalau orang lain selalu merhatiin kita,
selalu mengagumi kita, berarti kita lebih segala-galanya dari mereka. Dan
gue pengin semua orang bersikap gitu sama gue. Gue pengin membuktikan sama
diri gue sendiri kalau gue memang punya banyak kelebihan dibandingin orang
lain!”

Pengidap narsis juga yakin kalau dirinya unik dan istimewa. Pokoknya tidak
ada yang bisa menyamai dirinya. PenjoL sering dianggap teman- temannya suka
memuji-muji diri sendiri. Cewek berbadan bongsor ini mengakui hal ini dan
dia berdalih, “Kadang- kadang aku memang suka mencontohkan diriku ke
teman-teman. Misalnya lagi ngomongin soal dandanan, aku bilang, ‘Nih kayak
gue gini rapinya!’ Jadi, bukan sengaja muji-muji diri sendiri, cuma ngasih
contoh yang benar saja.” Iya deeeh.

Gejala lain, mereka selalu ingin dipuji dan diperhatikan. Mereka kurang
sensitif terhadap kebutuhan orang lain karena yang ada dalam pikirannya cuma
diri sendiri. Ditambah lagi, adanya rasa percaya orang lain itu berpikiran
sama dengan dirinya. Orang narsis juga sensitif sekali kalau dikritik.
Kritikan kecil bisa berarti sangat besar buat mereka.

“Gue paling benci yang kayak gitu (dikritik). Apalagi kalau nyela dan
ngeritiknya di depan orang lain! Emang dia siapa nyela-nyela dan ngeritik
gue? Mungkin iya gue punya kekurangan, tapi kan enggak mesti diomongin. Biar
saja gue nyadar sendiri!” ujar dfajaryang waktu diwawancara lagi bergaya ala
J-Pop.

Terlepas dari tanda-tanda secara ilmiah tadi, gejala yang paling jelas
adalah para narsis suka sekali bercermin! Pokoknya tidak bisa lihat kaca
nganggur! PenjoL mengaku tiap 10 menit sekali dia mesti bercermin untuk
memastikan penampilannya. Sedangkan dfajar bilang selalu membawa kaca dan
sisir di kantongnya sejak SD!

Lalu dalam kasus foto seronok tadi, apakah orang narsis juga seseorang yang
eksibisionis alias suka memamerkan tubuhnya? Well, kedua istilah ini
ternyata berbeda. Dalam bahasa sehari-hari kita memang sering memakai kata
eksibisionis ketika melihat seseorang memamerkan tubuhnya. Padahal, maknanya
jauh lebih dalam. “Eksibisionis itu gangguan seksual ketika seseorang
mempertontonkan genital-nya ke orang lain dan mendapatkan kepuasan dari
melihat ekspresi orang yang melihatnya,” jelas Bu Yati yang dosen sekaligus
dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Orang eksibisionis akan makin senang kalau korbannya ketakutan atau
terangsang melihat dia. “Ia tidak mempertontonkan alat kelaminnya karena dia
bangga. Dia lebih terfokus pada reaksi korban. Beda dengan narsis yang
mempertontonkan kelaminnya karena bangga,” sambung Bu Yati.

Narsis vs PD
Mencintai diri sendiri adalah suatu keharusan. Kalau ini tidak dilakukan,
bagaimana kita bisa PD? Tapi kalau berlebih juga tidak sehat karena ujungnya
kita bisa narsis. Terus, apa batasannya PD yang masih sehat?

Goleman dalam Abnormal Psychology (Rathus dan Nevid-2000) menjelaskan
perbedaan PD yang normal dan narsisme yang membahayakan. Kita yang PD
menghargai pujian, tetapi tidak menganggap itu sebagai keharusan demi
menjaga self esteem. PD sehat juga tercermin dari keterbukaan terhadap
kritik dan hanya mengalami kekecewaan yang sebentar kalau dikritik. Meskipun
enggak dapat perlakuan istimewa, orang yang PD tetap fine dan tidak kecewa
seperti orang narsis. Kadar PD kita juga sehat ketika kita masih bisa
mengerti dan sensitif pada perasaan orang lain.

Ada cara menjaga PD supaya tidak jadi narsis, yaitu, “Mendengarkan kritik
dari orang lain. Cara terbaik, bercermin ke orang lain. Kalau punya sahabat
dan kita yakin sahabat itu akan kasih pendapat yang sangat netral dan tidak
bias, kita bisa nanya, sebenarnya aku gimana, kekuranganku apa, kelebihanku
apa?” saran Bu Yati. Dari sini kita bisa tahu kualitas apa yang ada di diri
kita. Sadari juga kalau tidak ada manusia yang tidak punya kekurangan.
Kekurangan itu pun tidak usah bikin remaja jadi down, seperti yang biasa
dialami para narsis. Kita justru cari jalan lain untuk menggantinya. Misal,
ikut les lukis kalau ternyata tidak berbakat di bidang jurnalistik.

Orang yang benar-benar PD tidak perlu memamerkan semua kelebihannya. Dia
tahu kualitas dirinya dan tidak bergantung kepada orang lain agar merasa
nyaman. Sebaliknya, orang narsis justru butuh pengakuan orang lain demi
menggenjot rasa PD-nya. Inilah rahasia terbesar orang narsis. Jauh dalam
hati mereka, tersimpan sebuah jiwa yang sangat rapuh dan mereka menutupinya
dengan menekankan betapa hebatnya mereka yang terbukti dari banyaknya pujian
dari orang lain. Seperti tokoh ibu tiri Putri Salju yang selalu bertanya
pada kaca ajaibnya, “Mirror. mirror on the wall. Who’s the fairest of them
all?

4 comments:

theslemz said...

Dfajar Banged Tuw.

dfajar said...

anjrit ko kwe.....,
wah kurangajar kwe...?aq narsis emg sech,tp kan ga bikin sepep....,
wuuuuu....,
lied dfajar.blogspot.com dunk da postingan baru ksh koment iach...?

student_busugh said...

emmm...

aku termasuk g ya?

moga aja g ya...

[ http://studentbusugh.blogspot.com ]

vad_da said...

Igh panjang amadh..
Bagus dink tapi. Em.. q ga senarsis itu smua akh..
Masa harus namanya penjol. Weks jele bangett