Sunday, December 14, 2008

Belajar dari kesuksesan Hull City dan Hoffenheim

Satu dekade lalu, mungkin tidak ada orang yang mengenal Hull City dan Hoffenheim, kecuali orang-orang di sekeliling kedua klub tersebut. Mangalahkan Arsenal di London dan menahan imbang Liverpool di Anfield setelah sempat leading 2-0 mungkin hanya impian bagi pemain dan pelatih Hull City kala itu. Demikian pula dengan Hoffenheim di Jerman. Menempati papan atas Bundesliga hingga winterbreak mungkin tidak sempat terpikir di benak pemain, pelatih, pengurus, hingga suporter klub yang satu dekade lalu masih berstatus amatir tersebut. Tapi semua yang diimpikan Hull City dan Hoffenheim terbukti bukan utopisme belaka.

Hull City, klub yang berdiri tahun 1904 ini baru musim ini berkiprah di Top Flight Division. Ketika Manchester United meraih gelar Liga Champions (melengkapi treble winner) di Nou Camp akhir 90an lewat dua gol telat Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solksjaer, saat itu Hull City masih berkubang di League Two (kasta keempat Liga Inggris), bersama klub-klub sekelas Bury, Wycombe Wanderers, Notts County, atau Bournemouth.

Meskipun posisi The Tigers -julukan Hull- di klasemen saat ini berada di bawah big four Premiership, tapi dengan catatan mengalahkan Arsenal 1-2 di Emirates Stadium, mengalahkan Tottenham Hotspurs di White Hart Lane, dan menahan imbang 2-2 Liverpool di Anfield menjadi rapor positif tim racikan Phil Brown. Terlebih, Hull hanyalah tim promosi yang musim lalu meraih tiket Premiership via play-off. Namun pencapaian Hull di paruh pertama Liga Inggris musim ini jauh melampau hasil yang diraih Sunderland dan West Brom, dua tim penghuni urutan satu dan dua Championship musim lalu.


Geovanni, mengangat Hull ke papan atas Premiership

Pencapaian serupa dialami oleh Hoffenheim, sebuah klub kecil dari kawasan desa di wilayah Rhein-Neckar-Kreis, Baden-Wuerttemberg yang berpenduduk tidak lebih dari 4000 jiwa (lebih sedikit dari penduduk kecamatan Lowokwaru, Kota Malang). Hoffenheim berdiri sejak 1899, namun selama hampir satu abad, klub tersebut masih berstatus amatir, bermain di kompetisi non-profesional divisi bawah (regional) Liga Jerman, dan baru musim ini bermain di kasta tertinggi sepakbola Jerman, Bundesliga.

Hoffenheim yang dilatih Ralf Rangnick memperoleh tiket promosi setelah musim lalu menjadi runner up Divisi Satu. Pada musim perdananya di Bundesliga, Vedad Ibisevic dkk langsung membuat sensasi dengan terus menduduki papan atas bahkan pemuncak klasemen. Hoffenheim meraihnya dengan hasil-hasil istimewa, mengalahkan Borussia Dortmund (4-1), Hannover (5-2), Hamburg SV (3-0), dan sangat produktif 41 gol dari 16 pertandingan.

Padahal, dari segi materi pemain, hampir tidak ada yang mengenal nama-nama seperti Vedad Ibisevic, Sejad Salihovic, Andreas Ibertsberger, Chinedu Obasi, atau Demba Ba sebelumnya. Walhasil, klub-klub top Eropa antri untuk mendapatkan pemain-pemain Hoffenheim musim depan, salah satunya adalah top skor mereka asal Bosnia & Herzegovina, Vedad Ibisevic.

Pelatih Bayern Muenchen, Juergen Klinsmann, mengakui kehebatan Hoffenheim setelah timnya hampir dipermalukan di kandan sendiri sebelum akhirnya memenangi pertandingan berkat gol Luca Toni di penghujung pertandingan pekan lalu, “Hoffenhaim adalah tim Bundesliga terbaik yang pernah kami lawan di Allianz Arena. Mereka tidak berada di puncak karena kebetulan. Mereka punya kemampuan dan modal cukup untuk menjadi juara,”


Hoffenheim, dulu klub amatir kini calon juara Bundesliga

Yang mengagumkan, Hoffenheim tidak lantas berpuas diri dengan pencapaiannya saat ini. Manajer Umum Hoffenheim, Jan Schindelmeiser mengatakan, “Tentu saja kami sangat kaget kesuksesan datang begitu cepat. Tapi, kami juga sadar bahwa para pemain yang kami miliki sangat berbakat dan punya keinginan belajar serta berkembang. Tapi, yang terpenting lagi kami ingin terus menjaga rencana terus mengembangkan klub ini,” Hoffenheim kini sedang membangun stadion baru berkapasitas lebih dari 40 ribu penonton, 10 kali lebih lipat lebih banyak dari total penduduk Hoffenheim sendiri!.

Hull City dan Hoffenheim tidak memiliki dana berlimpah, namun bisa hidup dari ivestor lokal. Kedua klub tersebut mempunyai talent scout yang merekrut pemain-pemain potensial dan sesuai dengan kebutuhan tim. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Hull City dan Hoffenheim. Tidak ada kesuksesan yang diraih dengan cara instant, tetapi dengan kerja keras, sportivitas, profesionalisme, dan keingingan untuk terus berkembang dari semua elemen klub mulai dari investor, manajemen, pelatih, pemain, hingga suporter.

Anda melihat permainan Hull City ketika menahan imbang Liverpool semalam? Atau permainan dan daya juang Hoffenheim ketika kalah 1-2 dari Bayern Muenchen pekan lalu? Mungkinkah kedua klub tersebut pernah mempelajari karakter “Jiwa Singa” yang selama kita lekat eratkan dengan karakter sepakbola Arema? Ternyata, “Jiwa Singa” tidak sesederhana yang kita bayangkan selama ini, tetapi lebih dari sebuah rasa, hati, dan fanatisme. Tidak perlu jauh-jauh ke Inggris atau Jerman, bahkan Persibo Bojonegoro pun telah menapaktilasi “Jiwa Singa” ketika mengalahkan Arema 3-1 pada second leg babak 48 besar Copa Indonesia akhir Nopember lalu. (ON/Zul)

*) Ditulis oleh Zul, jurnalis Ongisnade.Net

(foto: sport.ard.de, premierleague.com)